Jerawat mempunyai suatu kondisi abnormal pada kulit yang diakibatkan oleh gangguan produksi kelenjar minyak (sebaceous gland) yang berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada saluran folikel rambut dan pori-pori kulit. Peradangan pada kulit terjadi apabila kelenjar minyak memproduksi sebum (minyak kulit) secara berlebihan sehingga terjadi penyumbatan pada saluran kelenjar minyak dan pembentukan komedo (whiteheads), serta seborhoea. Pada saat sumbatan membesar, komedo akan terbuka (blackheads) sehingga terjadi interaksi dengan bakteri jerawat.
Acne vulgaris dapat muncul pada minggu-minggu dan bulan-bulan pertama kehidupan saat bayi baru lahir (newborn) masih dipengaruhi oleh hormon ibunya dan saat androgen-producing portion dari kelenjar adrenal tak sebanding kadarnya. Jerawat di masa bayi ini (neonatal acne) dapat menghilang secara spontan. Jerawat di masa remaja biasanya muncul di masa pubertas, saat kelenjar adrenal mulai memproduksi dan melepaskan lebih banyak hormon androgen. Jerawat tidak terbatas hanya pada usia remaja. Dua belas persen wanita dan lima persen pria pada usia 25 tahun memiliki problem jerawat. Setelah usia 45 tahun, sejumlah 5% baik pria maupun wanita masih memiliki problem jerawat. Menurut Wolff K., dkk (2007), akne umumnya terjadi pada usia pubertas 10 hingga 17 tahun pada wanita, 14 hingga 19 tahun pada pria. Dapat juga muncul pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun.
Terdapat empat faktor utama yang bertanggung jawab pada perkembangan lesi akne yaitu hperproliferasi epidermis folikuler dengan subsequent plugging of the follicle ; kelebihan sebum (sekresi minyak dari kelenjar sebaceous; dengan keringat/perspiration, sebum membasahi atau melembabkan dan melindungi kulit); keberadaan dan aktivitas dari Propionibacterium acnes; Proses radang (inflammation).
Pertama, hormon androgen terkait sebagai pemicu awal (initial trigger). Komedo, lesi klinis sebagai hasil dari follicular plugging, mulai muncul sekitar adrenarche pada orang yang berjerawat. Derajat akne komedo pada wanita sebelum masa pubertas (prepubertal) berhubungan dengan kadar adrenal androgen dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S) yang bersikulasi. Tambahan pula, reseptor hormon androgen ada di bagian atau komponen folikel dimana komedo terbentuk; seseorang dengan reseptor androgen yang tidak berfungsi (malfunctioning) tidak akan muncul jerawatnya.
Kedua, perubahan komposisi lemak juga berperan dalam perkembangan jerawat. Orang yang berjerawat seringkali memiliki produksi sebum yang berlebihan dan kulit yang berminyak. Sebum yang berlebihan ini dapat mendilusi (mengencerkan) lemak epidermis yang normal sehingga dapat mengubah konsentrasi relatif dari berbagai lemak. Kadar asam linoleat (linoleic acid) terbukti rendah pada orang yang berjerawat, dan, menariknya, kadar ini menjadi normal setelah pemberian isotretinoin yang sukses. Penurunan relatif asam linoleat ini dapat menginisiasi (memicu) pembentukan komedo.
Ketiga, proses radang (inflammation) merupakan salah satu faktor yang dipercaya terlibat di dalam pembentukan komedo. Interleukin (IL)–1–alpha merupakan proinflammatory cytokine, yang digunakan pada contoh jaringan (tissue model) untuk menginduksi (memicu) follicular epidermal hyperproliferation dan pembentukan komedo. Meskipun proses radang tidak nyata secara mikroskopis atau klinis pada lesi awal jerawat, namun tetap memegang peranan yang sangat penting di dalam perkembangan acne vulgaris dan komedo (comedones).
Kelebihan sebum merupakan faktor penting lainnya di dalam perkembangan acne vulgaris. Ekskresi (pengeluaran) dan produksi sebum diatur oleh sejumlah hormon dan mediator yang berbeda. Hormon androgen, dalam keadaan tertentu, menaikkan produksi dan pengeluaran/pelepasan sebum.
Sebagian besar pria dan wanita dengan jerawat memiliki hormon androgen yang bersirkulasi dalam tubuh dengan kadar normal. Suatu end-organ hyperresponsiveness terhadap hormon androgen telah dipercaya sebagai hipotesis (hypothesized). Hormon androgen bukanlah satu-satunya regulator dari kelenjar sebaceous manusia. Banyak agen-agen lainnya, termasuk hormon pertumbuhan dan insulinlike growth factor, juga mengatur (regulate) kelenjar sebaceous dan juga berkontribusi pada perkembangan jerawat. P. acnes merupakan suatu organisme microaerophilic yang terdapat di banyak lesi jerawat. Meskipun, belum terbukti keberadaannya di lesi jerawat yang paling awal terjadi, microcomedo, keberadaannya pada lesi-lesi kemudian hampir dapat dipastikan. Keberadaan P. acnes menaikkan (promote) proses radang melalui berbagai mekanisme. P.acnes menstimulasi (merangsang) terjadinya radang dengan memproduksi mediator-mediator proinflammatory yang menyebar melalui dinding folikel.
Riset terbaru menunjukkan bahwa P.acnes mengaktifkan toll-like receptor 2 pada monosit dan neutrofil. Aktivasi toll-like receptor 2 kemudian memacu produksi multiple proinflammatory cytokines, termasuk IL-12, IL-8, dan tumor necrosis factor. Hipersensitivitas terhadap P acnes dapat juga menjelaskan mengapa beberapa orang mengalami jerawat disertai peradangan (inflammatory acne vulgaris) sementara yang lainnya tidak.
Peradangan dapat merupakan suatu fenomena primer atau sekunder. Sebagian besar bukti hingga kini menyarankan suatu respon peradangan sekunder terhadap P.acnes sebagaimana telah disebutkan di atas. Bagaimanapun juga, ekspresi IL-1-alpha telah teridentifikasi pada microcomedone, dan dapat berperan pada perkembangan jerawat.
Untuk mencegah timbulnya jerawat dapat dilakukan diet rendah lemak dan karbohidrat. Melakukan perawatan kulit (tidak hanya wajah) secara rutin dan teratur, misalnya teratur mencuci muka setelah pulang daribepergian. Hidup teratur dan seimbang, cukup istirahat, cukup olahraga,hindari stres. Penggunaan kosmetika secukupnya dan sewajarnya (baik jumlah/banyaknya dan lamanya). Menghindari polusi, debu, asap (rokok, pabrik, kendaraan bermotor, dll.), rokok, minuman keras, semua yang bercitarasa pedas, pemencetan jerawat yang dilakukan oleh bukan ahlinya. Mengetahui dan memahami informasi tentang jerawat dari berbagai literatur.
No comments:
Post a Comment